Sejarah Pondok Pesntren "RAUDLATUL MUTA'ALLIMIN AL AZIZIYAH " Sebaneh
Sejarah
Pondok Pesntren "RAUDLATUL MUTA'ALLIMIN AL AZIZIYAH "
Sebaneh
Bancaran Bangkalan Madura Jatim 69112
Sekitar
dua abad silam, di tanah Bangkalan ada seorang Ulama bernama Kiai Abuddarda' yang
dikenal dengan "Kiai Ibud" dengan gigih melakukan dakwah islamiyah. Beliau
memiliki sebuah pesantren tempat beliau mengajarkan ilmu agama Islam, tepatnya
di kampung "Rong Dhelem”. Semakin lama pesantren itu semakin berkembang
dan jumlah santrinyapun semakin banyak. Hal itu terus berlanjut hingga membuat
area pesantren Kiai Abuddarda' tidak lagi mampu menampung jumlah santri yang
ada.
Melihat hal itu, seorang santri Kiai Abuddarda' menghadap Sultan R. Abdurrahman, Raja Kraton Bangkalan yang saat itu juga dikenal dengan R. Tawangalun atau Sultan Bangkalan 1. Santri yang kebetulan memiliki kedekatan dengan sang sultan tersebut menceritakan kepada sultan perihal pesantren Kiai Abuddarda' dan dakwah beliau di Bangkalan. Dia juga mengajukan kepada Sultan untuk memberi Kiai Abuddarda' lahan yang lebih luas untuk dijadikan lokasi pesantren. Sultanpun mengiyakan.
Selang beberapa waktu Sultan Abdurrahman memberikan tanah di kampung "Mor Kembheng" kepada Kiai Abuddarda' untuk dijadikan lahan pesantren yang baru. Akan tetapi Kiai Abuddarda' menolak. Beliau beralasan kalau hasil istikharah beliau terhadap lokasi tersebut kurang baik. Maka Sultan Abdurramanpun akhirnya memberi pilihan kepada Kiai Abuddarda' untuk memilih lokasi yang beliau anggap cocok untuk di jadikan pesantren yang baru.
Kiai Abuddarda' kembali beristikharah meminta petunjuk Allah SWT. agar diberikan petunjuk untuk memilih yang terbaik. Lama beliau beristikharah kemantapan hatipun akhirnya datang. Sebidang tanah seluas 17.085 m2 (tujuh belas ribu delapan puluh lima meter persegi) yang terletak di kampung "Sebaneh" Desa Bancaran sekitar 4 kilometer ke utara alun-alun kota Bangkalan beliau pilih. Sultan Abdurrahman menanyakan perihal Kiai Abuddarda' memilih lokasi tersebut. Kiai Abuddarda' menjawab “Menurut istikharah yang saya lakukan, pesantren yang akan di bangun di tanah ini tidak akan terputus hingga hari Kiamat”.
Mendengar jawaban tersebut, Sultan Abdurrahman langsung mengamini keinginan beliau, "kalau begitu tanah yang anda pilih ini saya waqafkan untuk anda dan keturunan anda yang mau berkhidmah melayani pesantren". Ungkap Sultan Abdurrahman.
Setelah kiai Abuddarda' menerima tanah itu sebagai waqaf di kampung Sebaneh, tepatnya pada tahun 1784 M. Kiai Abuddarda' mulai membangun lagi pemukiman santri karena seluruh santri beliau yang berada di lokasi sebelumnya ikut pindah ke lokasi pesantren yang baru itu, beliau juga memulai kembali pendidikan pesantren. Metode pendidikan yang beliau terapkan adalah mengaji kitab-kitab kuning di sebuah langgher (musholla) yang dibangun oleh Sang Sultan sebagai hadiah kepada Kiai Abuddarda' yang sampai sekarang ini langger tersebut masih tetap ada meskipun sudah beberapa kali mengalami renofasi.
Kiai Abuddarda' mempunyai dua orang anak putra dan putri yang bernama "Sarah dan Bushiry". Bushiry berangkat ke Mesir dengan biaya dari Sultan Abdurrahman untuk menimba ilmu. Akan tetapi beliau meninggal dunia ketika menimba ilmu di negeri Piramid tersebut. sedangkan Sarah menikah dengan seorang kiai bernama Abdul Qodir Bin Anshor. Anshor sendiri adalah menantu Kiai Asror, Bujuk Langgundih.
Setelah Kiai Abuddarda' perintis pertama pondok pesantren itu wafat di atas kapal laut sepulang haji dari tanah suci Makkah al Mukarromah, maka pondok pesantren diasuh oleh menantu beliau Kiai Abd. Qodir bin Anshor. Kepengasuhan pondok pesantren diteruskan oleh putra Kiai Abd. Qodir yang bernama Kiai Abd. Aziz Bin Abd. Qodir. Setelah Kiai Abd. Aziz Bin Abd. Qodir ini wafat, kepengasuhan pondok pesantren diganti oleh putranya yang bernama Kiai Thobroni Bin Abd. Aziz (Kiai Bani).
Sejak awal, yaitu sejak masa kiai Abuddarda' hingga era kepengasuhan kiai Abd. Aziz bin Abd. Qodir, pondok pesantren ini tidak memiliki nama resmi. Baru saat kiai Thobroni bin Abd. Aziz memangku pesantren ini beliau berinisiatif memberi pesantren nama yang resmi, nama “RAUDLATUL MUTA'ALLIMIN” diambil. Beliau berharap pesantren ini akan menjadi “kebun yang indah, berkah, dan bermanfa'at bagi para penuntut ilmu” sampai kelak hari kiamat.
Istilah “AL-AZIZIYAH” sendiri adalah nama masjid yang berada di kampung sebaneh di area pondok pesantren itu sendiri. Pada awalnya, di kampung sebaneh tidak ada masjid. Namun di masa kiai Abd. Aziz bin Abd. Qodir beliau sowan kepada Syaichona Moh. Kholil Bin Abd. Lathif untuk meminta beliau (Syaichona) agar bersedia membangun masjid di sana. Akan tetapi Syaichona menolak dengan dalih, "Saya tidak mau membangun masjid di sebaneh, tapi anda jangan khawatir karena sebentar lagi akan ada orang yang menyumbangkan seluruh hartanya untuk pembangunan masjid di sana”, jawab Syaichona kepada Kiai Abd. Aziz bin Abd Qodir.
Selang beberapa lama datanglah seorang perempuan kaya dari "Arosbaya" yang tidak mempunyai keturunan kepada kiai Abd Aziz bin Abd Qodir menyumbangkan seluruh hartanya untuk pembangunan masjid di kampung sebaneh di area pondok pesantren itu. Maka dibangunlah masjid itu pada tahun 1935 Masehi. Pada tahun 1988 M, masjid itu di renofasi karena tidak bisa lagi menampung jama'ah yang kian banyak, dan setelah selesai di renofasi masjid itu diberi nama Al-Aziziyah oleh keponakan kiai Thobroni bin Abd Aziz yaitu kiai MUHAMMAD BIN HADIRI untuk menisbatkan masjid itu kepada kiai Abd Aziz bin Abd Qodir, karena masjid itu dulu dibangun pada masa beliau.
Dan pada malam ahad jam 1 tanggal 5 Shofar tahun 1408 H. / 28 september tahun 1987 M. Kiai Thobroni bin Abd Aziz wafat, kepengasuhan pondok pesantren di lanjutkan oleh putra beliau Kiai ABD AZIZ BIN THOBRONI (Kakak KH. Abdullah Chon). Pada era kepengasuhan Kiai Abd Aziz bin Thobroni inilah nama masjid "Al-Aziziyah" itu di gabungkan dengan nama pondok pesantren. Sejak masa itulah nama pondok pesantren sebaneh itu menjadi "RAUDLATUL MUTA'ALLIMIN AL-AZIZIYAH".
Tidak
berapa lama kemudian, Kiai ABDULLAH KHON BIN THOBRONI "adhuko"
(membangun rumah di luar lokasi pesantren) sekitar 200 meter ke utara lokasi
pesantren dan juga mempunyai santri. Maka atas restu dari Kiai Abd Aziz
Thobroni, di bangunlah sebuah pondok pesantren baru yang di beri nama
"RAUDLATUL MUTA'ALLIMIN AL AZIZIYAH 2" sedangkan pemukiman santri
yang terletak dilokasi pertama di sebut dengan "RAUDLATUL MUTA'ALLIMIN AL
AZIZIYAH 1".
Pada
malam rabu tanggal 13 bulan jumadal ula tahun 1427 H. yang bertepatan dengan 29
mei tahun 2007 M. Kiai Abd Aziz Thobroni wafat. tidak lama sebelum itu adiknya
kiai Abd Aziz Thobroni yaitu kiai ABD QUDDUS BIN THOBRONI juga wafat, Persisnya
malam sabtu tanggal 22 bulan muharrom tahun 1427 H. yang bertepatan dengan 9 Februari
tahun 2007 M.
Satu tahun kemudian dari wafatnya Kiai Abd Aziz Thoroni, yaitu pada malam rabu tanggal 1 Jumadal Ula tahun 1427 H. / 6 Mei tahun 2008 M. kiai Muhammad bin Hadiri wafat, setelah sebelas bulan kemudian dari wafatnya Kiai Muhammad bin Hadiri menantu pertama Kiai Thobroni Bin Abd Aziz, KIAI QOMARUDDIN A. ROFI'IY juga wafat yaitu pada malam sabtu tanggal 1 robi'ul akhir tahun 1430 H. / 28 maret tahun 2009 M.
Menantu ketiga kiai Thobroni bin Abd Aziz yaitu kiai MAKHSUS RIDHWAN suami nyai HUJJATULLAH THOBRONI telah wafat lama sebelumnya, yaitu pada hari senin tanggal 3 Robi'ul Akhir tahun 1422 H/ 25 juni 2001 M
Menantu
keempat Kiai Thobroni Bin Abd aziz yaitu KIAI TA'IB BIN HADIRI suami nyai
HURRIYAH THOBRONI, kediaman beliau sekitar 50 meter utara kediaman kiai
Abdullah Khon Thobroni. KIAI ABD LATHIF CHOLILY Jengkebuan, suami Nyai KINANAH
THOBRONI adalah menantu kelima bertempat tinggal di Pasar Kapoh Bangkalan. Nyai
KHOLIFAH FADLY Bancaran, istri Kiai Abdullah Khon Thobroni menantu kelima. Kiai
MAHRUS ABD MALIK Jarangoan sampan suami nyai SYIFA' THOBRONI menantu ketujuh,
nyai DURORUL A'LA DJAZULY tengginah istri alm. Kiai Abd Quddus Thobroni,
menantu kedelapan, nyai ROFI'AH NURIL ISHMAH pasuruan istri kiai Saiful
Qohhar Thobroni menantu kesembilan. Sedangkan Kiai MU'AFA ABD AZIZ,
putra Kiai Abd Aziz Thobroni tinggal bersama ibunya di kampung Sengge'en
Bilaporah Bangkalan.
Kiai SAIFUL QOHHAR THOBRONI "putra bungsu" kiai Thobroni bin Abd Aziz ini telah menempati rumah barunya yang kebetulan tidak jauh dari lokasi Al Aziziyah 1 pada hari kamis tanggal 27 sya'ban tahun 1427 H. yang bertepatan dengan 23 oktober tahun 2003 M. lima tahun kemudian yaitu pada hari sabtu Tgl 29 bulan muharrom Tahun1427 H. / 16 februari tahun 2007 M. kiai Saiful Qohhar thoroni juga mendirikan pesantren baru di kediamannya itu. setelah santri semakin banyak maka Kiai Saiful Qohhar Thobroni membuka Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk para santrinya yang di beri nama "AR RAUDHAH" pada hari Senin tanggal 14 Sya'ban tahun 1431 H. / 26 Juli tahun 2010 M.
Kiai Saiful Qohhar Thobroni juga berinisiatif memberi nama resmi untuk pesantrennya itu akan tetapi sebelum nama itu di buat seluruh Ahli Dhelem Al Aziziyah 1-2 pada hari sabtu tanggal 26 syawal tahun1432 H. / 24 september tahun 2011 M. mengadakan "Rapat keluarga" di kediaman kiai Abdullah Khon Thobroni yang juga di hadiri para sesepuh alumni mengenai keberada'an pondok pesantren Raudlatul Muta'allimin Al Aziziyah 1 itu sendiri, yang sejak wafatnya kiai Abd Aziz Thobroni semakin memprihatinkan dengan semakin berkurangnya santri di sana, maka di dalam rapat keluarga itu seluruh ahli dhelem meminta kesedia'an kiai Saiful Qohhar Thobroni untuk menjadi pengasuh di pondok pesantren RAUDLATUL MUTA'ALLIMIN AL AZIZIYAH 1.
Sebelum kiai Saiful Qohhar Thobroni mengiyakan apa yang diminta oleh seluruh ahli dhelem itu, beliau mengajukan salah satu dari cucu-cucu kiai Thobroni Bin Abd Aziz seperti Kiai IMAM MAKHSUS, kiai LUQMAN QOMARUDDIN, kiai KHOLID MAKHSUS dan kiai ABD ROHIM TA'IB. “Lebih baik bukan saya yang jadi pengasuh di al aziziyah 1, sebab saya sudah memiliki santri sendiri, mari kita pilih saja salah satu dari cucu-cucunya aba saja" usul kiai Saiful Qohhar Thobroni kepada semua ahli dhelem yang ada di dalam rapat itu. Akan tetapi beliau-beliau sendiri tidak mau dan menolak usulan dari kiai Saiful Qohhar Thobroni itu, maka akhirnya di ambil "satu kesepakatan" oleh seluruh keluarga di dalam rapat yang di hadiri para alumni itu bahwa yang menjadi pengasuh pondok pesantren "RAUDLATUL MUTA'ALLIMIN AL AZIZIYAH 1 Putra" mulai saat ini adalah kiai Saiful Qohhar Thobroni, Menggantikan kakaknya alm. kiai Abd Aziz Thobroni. Dengan "Bismillahirrohmanirrohim" kiai Saiful Qohhar Thobroni Menerima apa yang telah menjadi kesepakatan seluruh keluarga di dalam rapat itu.
Mengawali
tugas kepengasuhannya, kiai Saiful Qohhar Thobroni mendirikan "kantor
pondok" dan "balai pengiriman santri" persis di selatan masjid
Al Aziziyah pada hari senin tanggal 19 dzulqo'dah tahun 1432 H. / 17 oktober
2011 M. Pada hari itu juga beliau mendirikan gedung SMP untuk santri putri di
sebelah utara kediaman beliau. Beliau juga membuat peraturan-peraturan
baru untuk para santri dan wali santri.
Pemukiman santri yang berada di sekitar
beliau: "RAUDLATUL MUTA'ALLIMIN AL AZIZIYAH 1 DAERAH B" sedangkan
Pemukiman santri yang berada di tempat asal (di sekitar masjid al aziziyah) di
jadikan "RAUDLATUL MUTA'ALLIMIN AL AZIZIYAH 1 DAERAH A". sementara
pemukiman santri putri yang berada di sekitar kediaman beliau di jadikan
"RAUDLATUL MUTA'ALLIMIN AL AZIZIYAH 1 BANAT 2" yang di asuh oleh
beliau sendiri. Pemukiman santri putri yang berada di tempat asal di jadikan "RAUDLATUL
MUTA'ALLIMIN AL AZIZIYAH 1 BANAT 1" di asuh oleh nyai BAIDHO' BINTI
THOBRONI istri alm. Kiai Qomaruddin Rofi'iy, beliau nyai Baidho' Thobroni ini
memang perintis pertama pondok pesantren putri di pesantren sebaneh, yaitu pada
tahun 1968 M.
Kiai Imam Makhsus juga mempunyai santri, maka atas inisiatif kiai Saiful Qohhar thobroni, agar lebih tampak kebersatuan dan kekompakan masyayikh Sebaneh, maka nama pesantren beliau adalah "RAUDLATUL MUTA'ALLIMIN AL AZIZIYAH 3". Karena berapun banyaknya pesantren di sebaneh ini hakikatnya adalah satu, ungkap pengasuh ke-6 Al-Aziziyah 1 ini.
Sejak
awal dari masa kiai Abuddarda' hingga masa kepengasuhan kiai Abd Aziz Thobroni
cara santri belajar ilmu agama islam di pondok pesantren ini dengan memakai
"sistem sorogan" dan tidak membedakan santri yang masih baru dan yang
sudah lama, tapi setelah kiai Saiful Qohhar Thobroni memangku pondok pesantren
ini sistem sorogan itu tetap di pakai, akan tetapi di dalam sistem tersebut
oleh beliau para santri di bagi menjadi enam bagian: 1. tamhidy, 2. ula
ibtida'iy, 3. tsani ibtida'iy, 4. qism mutawassith. 5. ula aaly. 6. Tsani aaly.
Cara tersebut mulai di terapkan pada hari rabu tanggal 11 muharrom 1433 H / 7
desenber 2011 M. Dengan cara seperti ini kiai Saiful Qohhar Thobroni berharap “Semoga
kebun itu semakin indah, semakin berkah, dan semakin bermanfa'at sampai kelak
hari kiamat. Amin Ya Robbal Alamin”.
Komentar
Posting Komentar